sikil pithik

Saya pernah membaca, konon tak semua orang bisa menggemuk atau mengurus secara merata dalam waktu bersamaan.  Artinya begini, ada orang yang gemuk di perutnya duluan, atau lengannya duluan, atau pipinya duluan dan seterusnya. Lalu, konon, bagian terakhir yang menggemuk adalah bagian yang paling bertahan langsingnya.  Nah, ternyata saya termasuk orang yang begini. Kalau tambah berat badan pasti tidak langsung menyebar, biasanya akan nyangkut di perut, lalu pipi, lalu lengan, lalu paha, lalu punggung, dan setelah semuanya menggemuk, kaki (betis) saya tetap saja kurus. 


Dan pemerataan lemak yang tak merata itu kadang bikin saya nggak pede pakai rok mini. Padahal koleksi rok mini saya ternyata cukup banyak, dan saya masih belum nyaman pakai kain jarik naik ojek, takut kesrimpet atau malah ujung kain masuk ke roda...wah bisa repot beneran. 




http://cdn.bleacherreport.com/images_root/image_pictures/0030/9527/i-love-chicken-legs_crop_340x234.jpg




Meski banyak teman yang mengatakan lebih baik punya sikil pithik ketimbang sikil pethung (kaki yang besar lurus kayak bambu) tetap saja saya pengen punya kaki yang lebih berisi. Dengan harapan, badan saya tampak lebih seimbang, bukan hanya besar di bagian atas, tapi proporsional dan sempurna kayak punya Jennifer Aniston (mimpi sejuta milyar kali dah). 


Lalu saya teringat katanya naik becak, eh nggenjot becak kabarnya adalah cara mudah memperbesar kaki ayam saya. Tapi tentu saja saya perlu riset dulu kebenaran rumor tersebut, apalagi kalau dipikir-pikir tampaknya mengendarai becak bukanlah hal yang mudah. Akhirnya saya memutuskan untuk browsing tukang becak di kawasan Malioboro. Saya amati para tukang becak yang berjejer, dan untungnya rata-rata mereka pakai celana bermuda alias selutut punya. 


Namun hasil pengamatan saya kok mengatakan hal yang sebaliknya, tak semua laki-laki, eh tukang becak berbetis besar. Malah banyak yang kurus. Meski ada pula yang super pothok (kekar). Tadinya, saya mencoba nekad meniru seorang turis asing yang 'meminjam' becak dari pemiliknya...tapi baru satu dua genjotan sudah oleng ke kiri kanan tak terkendali sampai nyaris menabrak ibu-ibu penjual jamu. Hfff... saya hanya bisa menarik nafas sembari mengurungkan niatan tersebut.


Begitu tiba di rumah, saya telpon sahabat saya, dan dia tertawa ngakak. Malah dia mengingatkan kalau tidak semua orang proporsional. "Lihat saja di M kan gede lengannya, atau si K yang jari-jarinya bak pisang...lalu si N yang gendut giginya." Bener juga. Alangkah bodohnya saya. Mana ada sih orang yang sempurna? Wong cuma kaki saja kok dipikirin. 


Sampai sekarang saya masih belajar menerima sikil pithik saya. Sambil sesekali rajin bersepeda (rajin kok sesekali coba?!). Bersyukur saja, selama tak seorangpun berniat menggoreng kaki saya. Dan mungkin suatu saat saya berani pakai rok mini. 

Comments

Popular posts from this blog

Santa Cruz; the 'Spin-off'

WOMEN LEAD, PEREMPUAN TANPA "dapur, sumur dan kasur"

'egla-egle' bak cuaca