"Kamu sekarang gemuk atau kurus?"

Itu pertanyaan yang sering dilontarkan teman lama yang sudah lebih dari enam bulan tak ketemu. Atau : "Sekarang berapa (kilo) berat badanmu?"... Saya kurang mengerti, kenapa pertanyaan itu menjadi salah satu pertanyaan utama teman-teman lama tadi. Mungkin memang itu pertanyaan semua orang saat membayangkan teman lamanya yang sudah lama tak bersua, serta diduga telah berubah bentuk. Rata-rata, konon, semakin bertambah waktu kebanyakan jadi bertambah berat badan. Masalahnya, saya nyaris tak pernah menanyakan 'kamu gemuk atau kurus', atau 'berat badanmu berapa kilo?' tadi. Sepele saja, bagi saya berat dan ukuran badan itu sensitif.


Saya pernah mengalami berbagai ukuran, dari no 2 hingga 12. Sekarang saya tak begitu tahu pasti berapa ukuran baju saya. Pokoknya ya masih cukup saja yang lama-lama. Di saat berat saya memuncak sekian tahun silam, anehnya saya malah merasa langsing. Saya baru sadar kalau perut saya 'menggelebah' bak gajah setelah melihat foto saya sendiri bersama teman-teman. Dan sialnya, it's too late, saya sudah telanjur menggemuk ke kiri kanan depan belakang selama bertahun-tahun. Di saat-saat itu, anehnya lagi, saya punya prinsip gila : mendapatkan pria yang mau menerima (kegemukan) saya apa adanya. Kan beauty is the eye of beholder. Belum lagi motto b-3 putri-putrian = brain, beauty, behavior itu. Jadi di mata saya, penampilan harusnya bukan masalah berat badan.






http://www.kitchencritic.co.uk/upload/2007/07/wesco-clock-scale.JPG




Tapi ternyata saya salah. Faktanya, pacar saya kala itu - yang sekarang sudah menjadi mantan, meski tampaknya bisa menerima penampakan saya, tapi suatu saat protes juga. "Kayaknya bajumu kesempitan deh," komentarnya - tanpa nada tapi mengiris telinga. Apalagi, ia lantas mulai berdiet karena perutnya sudah melemak. Jelas dong saya merasa disindir. 


Lantas saya mencoba ikutan fitness di mall. Tapi fitness di mall sungguh bukan pilihan yang tepat. Karena habis olahraga yang kadang cuma lari di treadmill beberapa menit, lantas lapar mata dan seperti pepatah : akhirnya turun ke hati, eh perut. Hasilnya tidak tambah kurus, karena yang kurus adalah dompetnya. Lha, gimana, wong habis makan terus muter-muter cuci mata dan kalau lihat barang lucu dibeli. Setelah berbulan-bulan tanpa hasil yang berarti dan sering bolos pula, saya memutuskan menghentikan keanggotaan saya. 


Belasan tahun silam, berat badan tak pernah jadi masalah serius yang dipikirkan bak politik nasional. Tapi saya pernah membaca kalimat seorang juri kontes gadis sampul terkenal yang waktu itu mengatakan kalau cover girl yang cantik adalah yang tidak gemuk dan jerawatan. Terus terang sejak saat itu saya sebal dengan ibu satu ini. Saya pikir, lha dia aja tidak bisa dibilang skinny, terus kulitnya rada lethek plus mukanya biasa saja, kok tega-teganya ngomong begitu. 


Akhirnya, berat badan jelas mau tak mau mengaitkan bentuk badan, lalu penampilan. Saya menulis pengalaman ini sama sekali bukan karena sekarang saya sedikit lebih kurus. tapi, saya sungguh berharap ada pertanyaan yang lebih kreatif, atau minimal lebih beda dari teman-teman (lama) yang mengontak saya. Misalnya : "Kamu masih gila?", atau "Kamu masih malas mandi?", atau "Kakimu masih kayak sikil pithik?" Bosan kan, masak dari waktu ke waktu, pertanyaannya cuma seputar berat badan....Emang mau ikut kontes cover girl

Comments

Popular posts from this blog

Santa Cruz; the 'Spin-off'

WOMEN LEAD, PEREMPUAN TANPA "dapur, sumur dan kasur"

'egla-egle' bak cuaca