Posts

Showing posts from 2014

ORANG-ORANG YANG HILANG

Image
MEMBACA Widji Thukul di pagi hari. Mengingatkan saya, setahun silam lewat, pertengahan Mei 2013, saya membaca tentang seniman yang (di)hilang(kan) itu di majalah Tempo edisi khusus. Terus terang, baru kali itu saya membaca tulisan yang lebih lengkap tentang Widji Thukul ini. Tentu saja, semua informasi yang disampaikan membuat merinding, sekaligus berpikir, jangan-jangan Widji Thukul masih hidup, entah di mana. Saya selalu merasa tak berdaya setiap kali mendengar orang yang hilang, dan tak pernah pulang. Saya pikir, merelakan orang yang kita tahu pasti sudah meninggal jauh lebih gampang.  Habis membaca, fantasi liar saya mengatakan : alangkah menariknya bila kisah Thukul yang satu ini difilmkan. Dan ide ngawur itu pun lantas saya ceritakan kepada teman-teman dekat saya. Reaksimereka beragam. Ada yang mengatakan : “Menarik, tapi siapa coba yang mau bayarin?” Ada yang bilang : “Bagus tuh, coba pikirin siapa yang cocok main?”Yang lainnya : “Nggak bakalan laku, kalah sama kuntilanak

Raffi atau Kimmy?

Image
Salah satu berita tentang selebriti yang paling menggelikan, menurut saya adalah ketika Kim Kardashian membatalkan pernikahannya dengan pebasket NBA Kris Humphries Oktober 2011 silam. Gimana nggak lucu, saat kabar pembatalan diluncurkan, para tamu yang sempat memberi kado pasangan ini menuntut kembali sumbangan mereka, dengan dalih pernikahan belum sampai 3 bulan. Kim dan Kris menikah hanya 72 hari saja. Dan menjelang pernikahan, Kim merilis wewangian yang disebut sebagai ‘ wedding fragnance ’, dengan label Kim Kardashian Love. Dua episode khusus di E! menayangkan pernikahan heboh Kim – Kris. Bahkan foto-foto pernikahan mereka secara ekskulsif juga dibeli tabloid gossip. Saat membatalkan pernikahan, Kim meminta Kris membayari seluruh biaya pernikahan yang dikeluarkan. Banyak yang mengatakan kalau pernikahan tersebut hanyalah publisitas belaka, tak lebih untuk mempromosikan nama klan Kardashian agar reality show mereka makin banyak penontonnya – plus, tentu saja produk-produk

Matematika, Pelajaran Paling Pen(t)ing Sedunia

Image
4 x 6, atau 6 x 4? Kok jadi ' never ending story '.  Sebagai mantan anak sekolah yang tidak suka matematika, saya menyalahkan banyak hal atas kebingungan dan mungkin kesalahan ini. Antara lain, pada suatu ketika, saya sadar kenapa saya nggak ngeh pada teori a x b + c = n karena teori tersebut tidak diadaptasi dengan baik ke dalam bahasa dan budaya Indonesia. Saat itu saya baru tahu kalau n =  number . Selama itu, saya nggak ngerti n itu hasilnya berupa angka lain, atau malah huruf lain (boleh dong saya berimajinasi sebagai penyuka ilmu non pasti).  Guru-guru matematika yang pernah mengajari saya, mohon maaf sekali, nggak ada yang fun. Mereka selalu merasa matematika adalah pelajaran paling penting di muka bumi ini, melebihi pelajaran lainnya, terutama kesenian - yang sialnya justru paling saya sukai. Pada beberapa kesempatan, saat di SMP dan lalu SMA, pelajaran2 'tak penting' macam kesenian tadi dihilangkan dan diganti.... apa lagi kalau bukan matematik

Mau ke mana....?

Image
Hari ini saya mencoba berdiri di depan cermin berlama-lama. Bukan buat narcis, tapi bertanya-tanya, apakah tampang saya menunjukkan atau menyiratkan saya adalah pengunjung setia mall atau lokasi-lokasi hiburan lainnya? Pertanyaan yang tak bisa saya jawab.  Tapi masalahnya, (terutama) sejak dulu saya masih tinggal di Jakarta, ternyata banyak sekali orang, teman, saudara hingga kenalan, yang mengira saya seperti itu. Saya perhatikan, setiap kali mereka telpon atau bertemu saya pertanyaannya pasti : "Malam Minggu mau ke mana?", atau "Ke mana long weekend ?", atau "Ntar ke mana hari kejepit?", sampai "Besok hari raya XXX, kamu mau kemana?"  Ketika saya jawab : "Nggak kemana-mana." Mereka tidak percaya. Malah sebagian besar tertawa.  Tentu saja saya kesusahan menjelaskan, kalau ribuan tahun lalu, saya adalah manusia mall. Dari meeting serius, sampai hanya cuci mata, hampir saya lakukan saban hari di mall. Sampai-sampai adik saya m

Bagaikan di Sinetron

Image
Ini pengalaman beberapa bulan silam, ketika saya naik sebuah angkot berkapasitas 12 orang. Bisa sih sampai 15, kalau ada nekad jongkok di dekat pintu, atau kalau yang naik ukuran badan atau bokongnya minimal M semua, syukur-syukur S atau XS.    Siang itu yang naik cukup banyak, dan saya kebagian duduk di pojok kanan belakang. Di depan saya duduk sepasang ibu-ibu beda usia yang begitu sibuk ngegosip tentang seorang perempuan bernama Ani dan seorang laki-laki bernama Hanafi. Karena mereka ngobrolnya keras banget dan saya tidak bawa headphone, apa boleh buat, kepaksa lah mendengar obrolan yang isinya kurang lebih menyayangkan bahwa Ani dan Hanafi yang sudah pacaran sekian lama, saat mereka masih sama-sama kere, eh malah bubaran ketika mau nikah. “Tuh kan kalau orangtua banyak ikut campur, malah batal,” sesal Ibu no. 1 yang lebih tua sembari mengetuk-ngetuk kesal pancinya (beneran, entah kenapa beliau bawa panci, jelas saya nggak berani nanya). “Eh sekarang malah si Ani dapat sia

'BAJU BARU' SANG JENDRAL

Image
Waktu kecil, saya cukup sering mendengar atau membaca cerita ini : “Baju Baru sang Raja”, alias “ the Emperor’s New Clothes ”. Mungkin kita masih ingat cerita pendek karangan H.C. Andersen tersebut, tentang seorang raja yang tak peduli pada rakyatnya, ia hanya peduli akan penampilannya. Segala sesuatu ia kejar demi penampilan yang ia inginkan, tak peduli itu menyusahkan orang lain sekalipun. Suatu kali, menjelang sebuah acara penting sang raja meng-hire 2 orang fashion stylists yang mumpuni, serta menitahkan untuk membuat baju baru yang belum pernah ada sebelumnya. Ini tugas yang berat. Dan sialnya, setelah sekian lama para asisten dan pengarah gayanya tak mampu lagi mencari baju apa gerangan yang bisa dikenakan oleh sang Raja. Mereka akhirnya memutuskan memberikan ‘busana baru yang tak ada duanya’, berupa ‘baju yang tak pernah ada’ alias cuma di angan-angan… Karena sang Raja sebenarnya telanjang saat 'mengenakan' baju baru ini. Namun karena semua orang sudah

75 KM DARI KLIPOH

TUJUH PULUH LIMA kilometer. Itu hanya perkiraan Pak No – demikian panggilan pria yang tak tahu pasti kapan tanggal lahirnya itu. “Itu perjalanan bolak-balik. Kadang saya jalan sampai Sleman.”   Perjalanan yang ia maksud adalah jalan kaki memikul keranjang berisi gerabah dari desa Klipoh yang terletak tak jauh dari candi Borobudur ke ‘luar kota’, dan itu artinya sampai ke Magelang kota, Muntilan dan Sleman – seperti yang tadi ia katakan. Pak No sudah jadi ‘tukang gerabah’ sejak usia belasan. Keluarganya memang turun temurun sudah menjadi pengrajin gerabah sejak jaman Belanda masih berkuasa.   Pak No adalah salah satu   sisa generasi ‘tukang gerabah’ tradisional masa lalu, di mana mereka masih terbiasa mengirim hasil produksi ke pasar-pasar tradisional, atau menawarkannya dari satu pintu ke pintu lain dengan cara dipikul, atau minimal membawanya dengan sepeda onthel. Berbeda dengan para pengrajin modern yang sudah menggunakan sepeda motor, atau bahkan meminta penyuplai merek

Santa Cruz; the 'Spin-off'

Image
Based on true story. 1991, Timor Timur masih bagian dari Indonesia Raya. Merdeka, ... merdeka?  Soal itu, kita semua (sudah) tahu apa jawabannya. Saya bukan pakar sejarah, bukan aktivis, bukan politisi dan seterusnya.  Ini sebuah personal story, saya bukan ingin menceritakan sejarah yang hampir semua orang sudah tahu, jadi penggalan kisah nyata ini bisa jadi sangat subyektif.  Dan ini juga barangkali hanyalah sebuah cerita kecil, sebuah 'spin-off' dari cerita besar demonstrasi 12 November 1991 yang terjadi di Santa Cruz, Dili, (mantan) Nusantara. Hari itu pasukan TNI 'memerdekakan' nyawa setidaknya 271 manusia, mencederai 382 manusia lainnya dan 250 dinyatakan hilang.  Coba kita tengok Wikipedia.id, yang menyebutkan : " Pembantaian ini disaksikan oleh dua jurnalis  Amerika Serikat ;  Amy Goodman  dan  Allan Nairn ; dan terekam dalam pita video oleh Max Stahl, yang diam-diam membuat rekaman untuk  Yorkshire Television  di  Britania Raya . Para juru kamera berh

Dan Kami pun Lolos dari Maut

Image
Kedengarannya judul yang mengerikan. Tapi memang begitu faktanya. Tanggal 3 Maret silam, saya dan teman-teman melakukan sebuah perjalanan  ke Sangatta, Kutai Timur. Paginya, pesawat yang saya naiki 'sedikit' mengalami turbulence ketika mau mendarat di bandara Sepinggan, Balikpapan.  Ada sekitar setengah jam pesawat hanya berputar-putar di angkasa, lengkap dengan goncangan demi goncangan yang cukup menggoncang jiwa dan raga. Saya lantas teringat cerita teman lama yang katanya pernah mengalami peristiwa mengerikan di dalam pesawat : sebuah turbulence hebat. Katanya sepanjang beberapa menit yang seram tersebut semua peristiwa buruk berkelebatan di kepalanya. Sampai-sampai dia berjanji kalau masih selamat, dia akan minta maaf kepada semua orang yang pernah dia bikin kesal. Dan katanya, orang pertama yang dia mintai maaf itu adalah sopir ayahnya - orang yang pertama dia lihat ketika pesawat mendarat dengan selamat.  Peristiwa yang saya alami nggak segitunya sih. Masih tahap seda