'BAJU BARU' SANG JENDRAL


Waktu kecil, saya cukup sering mendengar atau membaca cerita ini : “Baju Baru sang Raja”, alias “the Emperor’s New Clothes”. Mungkin kita masih ingat cerita pendek karangan H.C. Andersen tersebut, tentang seorang raja yang tak peduli pada rakyatnya, ia hanya peduli akan penampilannya. Segala sesuatu ia kejar demi penampilan yang ia inginkan, tak peduli itu menyusahkan orang lain sekalipun.

Suatu kali, menjelang sebuah acara penting sang raja meng-hire 2 orang fashion stylists yang mumpuni, serta menitahkan untuk membuat baju baru yang belum pernah ada sebelumnya. Ini tugas yang berat. Dan sialnya, setelah sekian lama para asisten dan pengarah gayanya tak mampu lagi mencari baju apa gerangan yang bisa dikenakan oleh sang Raja. Mereka akhirnya memutuskan memberikan ‘busana baru yang tak ada duanya’, berupa ‘baju yang tak pernah ada’ alias cuma di angan-angan… Karena sang Raja sebenarnya telanjang saat 'mengenakan' baju baru ini.

Namun karena semua orang sudah muak, sebal, pusing dan eneg pada tingkah laku raja yang egois tersebut, semua sepakat berpura-pura menganggap dan mengatakan baju baru itu super stylish dan fenomenal. Ketika hadir di acara yang dinanti-nantikan, tentu saja banyak yang terkejut dengan penampilan barunya yang ‘luar biasa’ itu. Dan, meskipun sang Raja mencium keanehan pada baju yang ia kenakan, ia memutuskan untuk ikut pura-pura tak tahu dengan apa yang sedang terjadi.



Cerita ini, pertama kali diterbitkan 7 April 1837 di Denmark, dengan judul asli "Kejserens nye Klæder". Itu berarti sekitar 177 tahun silam, kalau kalkulator saya tidak salah hitung. Maklumlah, belakangan sering sekali terjadi eror dalam penjumlahan dan pengurangan. Beberapa hari ini, saya pikir-pikir mungkin sudah waktunya folktale ini dihidupkan lagi, terutama setelah mendengar dan membaca kalau ada capres yang mendadak delusional.

Saya kira, ini bukan saya saja yang punya pikiran sama, ada seorang musisi terkenal yang menulis begini di account twitter-nya : “Apa nggak ada yang berani mengatakan hal yang sebenarnya pada sang Jenderal, kalau dia sudah kalah? Lalu malah pura-pura ikut-ikutan menang?”  Kita tahu, bukan hanya segala daya upaya namun duit yang luar biasa banyak telah dikeluarkan kubu capres satu ini. Tapi, bagaimana dengan fakta mereka memang tidak menang, tak peduli apa pun yang telah, sedang dan akan dilakukan?

Dan, meski itu hak mereka, harus diakui segala macam sujud syukur, pesta-pestaan danseterusnya - yang kita semua tahu masih terlalu dini itu-  bukan hanya menggelikan, sekaligus juga memberi hiburan tersendiri. Tapi di sisi lain, tragis juga kalau ada begitu banyak petinggi negara ini yang seharusnya masih waras jadi mendadak hilang ingatan dan hidup di dunia lain yang belum pernah ada. Belum lagi, kalau lantas mengorbankan banyak orang, alias penduduk negeri ini. Apakah diam-diam, kita semua diajak gila berjamaah? Alangkah mengerikannya.

Sudah waktunya, siapa pun itu, menyadarkan bahwa sang Raja, eh si Jendral tidak berbusana, bahwa jubah kerajaan, tongkat kerajaan, singasana dan tiaranya itu hanya ilusi belaka. Dan kalau pun ada yang nyata, mohon maaf, untuk sementara itu cuma kuda. 










Comments

Popular posts from this blog

Santa Cruz; the 'Spin-off'

WOMEN LEAD, PEREMPUAN TANPA "dapur, sumur dan kasur"

'egla-egle' bak cuaca