(Barangkali ini) Cara Baru Anti Ditilang

Based on true event. Pada suatu siang beberapa tahun silam, di ibukota. Saya dan Di, salah seorang sahabat saya iseng-iseng putar-putar Jakarta menaiki jeep lamanya yang ACnya sudah kembang kempis. Setelah kepanasan sepanjang jalan, kami memutuskan pulang ke rumahnya yang terletak di selatan Jakarta. 

Mobil melewati Kuningan dan berbelok di bundaran dekat Pancoran, yang saat itu kondisinya belum seperti belakangan : di bawah jembatan pas duo belokan lampu merah banyak polisi yang sengaja duduk-duduk kongkow, dan sebagian lainnya berdiri 'menyempriti' para penerabas lampu lalu lintas yang sering kali menjebak pengguna jalan. Tak terkecuali Di ini, yang dengan pede dan inosennya mengikuti mobil di depannya menikung ke kiri. Saya sendiri, sebagai co-pilot yang tak punya SIM dan tak tahu tata cara lalu lintas, tugas saya sederhana :  say 'yes' atau 'no' kepada para pengemis dan pengamen yang mendekat, dan yang tak kalah penting : memutar CD-CD Duran Duran sampai hapal luar kepala (karena setiap kali pergi dengan Di ini, dia selalu bilang : jangan lupa bawa CD DuranDuran - band idolanya, yang kebetulan juga salah satu favorit saya. Sesekali Di akan bercerita tentang jaman keemasannya saat masih ikut ibunya di luar negri dulu, tentu saja ini termasuk bolos untuk nonton konser Duran Duran, termasuk pula saat dia melempar pakaian dalam ke arah sang drummer, Roger Taylor di sebuah konser - yang sialnya tak membuahkan hasil apapun...)

Tiba-tiba... priiiittt! Dalam hitungan detik, pas di depan jeep ternyata sudah muncul seorang polisi muda yang menyuruh kami menepi. Dengan patuh Di menepikan jeepnya. Lalu sang polisi yang tampaknya masih rookie mendekati jendela sebelah kanan. Dengan sopan, Di membuka jendela, sementara sang polisi yang tampangnya cukup lumayan  dan mengingatkan salah seorang teman kuliah saya, mendekat lantas memberi hormat seraya bertanya : 
"Mbak tahu nggak kalau tadi melanggar lampu merah?"
"Nggak."
"Tapi tahu kan kalau itu lampu merah?"
"Iya tahu." 






"Ya tadi Anda melanggar, harusnya berhenti dulu."
"Ya Pak. Tapi tadi mobil di depan saya kok tidak disuruh berhenti?"
"Mobil yang mana?"
"Yang tadi, warna hijau persis di depan saya. Masak bapak tidak lihat?"

Sang polisi mulai tampak bingung dan mencoba kembali ke topik utama : penilangan. 
"Mbak pernah ditilang sebelumnya?"
"Belum."
"Boleh lihat SIMnya?"
"Boleh Pak. Bentar ya."
Di menjawab semua pertanyaan dengan pasang muka lempeng dan suara datar serta wajah seinosen mungkin. Dengan santai dia lantas mengeluarkan isi tasnya yang super besar. Isinya cukup ramai dan memusingkan, dari tumpukan bon, alat make-up, sisir, hair dryer hingga pembalut, dan untung akhirnya... sebuah dompet. Lalu dengan tenang dia menyerahkan SIMnya ke pak polisi yang tampak mulai nervous dan makin kepanasan.

"Lho, sudah sering ditilang kok?"
"Ah masak sih Pak?"
"Lha ini tanda lubang-lubang kan artinya pernah ditilang..."
Di manggut-manggut dengan muka lempeng. 
"Sudah lebih dari enam kali."
Di manggut-manggut lagi. Masih dengan muka selempeng tadi. 
"Mbak mau sidang atau damai?"
"Menurut Bapak enaknya gimana?"
"Lho saya tanya, Mbak mau sidang atau..."
"Kalau sidang di mana?"
"Ya di pengadilan."
"Pengadilannya di mana?"

Mungkin dalam hati polisi tadi mulai mengutuk : "Cakep-cakep kok bolot." 
Sementara, saya pura-pura batuk supaya tidak tertawa, sembari melihat ke luar jendela. Sialnya, saat melihat mural di jalanan yang berbentuk anak kecil bergigi ompong, saya makin tak tahan menahan geli. 

"Oke Mbak, saya tanya sekali lagi, mau sidang atau mau damai?"
"Terserah Bapak saja... Kalau sidang gimana, kalau damai gimana." 
Dan polisi tadi tampak makin pusing tujuh setengah keliling. Dia akhirnya berkonsultasi dengan atasannya yang sedang menilang pemotor di pinggiran jalan. Lalu tak lama dia kembali lagi serta menyuruh Di turun. Sekitar lima menit kemudian dari kaca spion saya melihat Di senyam-senyum kembali ke mobil. 
"Gimana?" tanya saya penasaran.
"Hehehe... cuma disuruh tandatangan surat pernyataan tidak mengulangi melewati lampu merah."
"Ah yang bener? Nggak dipalak lu?"
"Nggak, habis gue tunjukin isi dompet cuma ada dua puluh ribu lima ratus perak."
"SIM nggak ditahan?"
Di menggeleng. 
Dalam hati, saya mikir, ternyata cara baru anti tilang yang cukup cespleng adalah pasang tampang inosen dan bikin polisinya frustasi dengan jawaban yang serba terserah. Meski, tentu saja belum tentu ini berlaku di semua situasi, kondisi dan belahan Indonesia lainnya. (Tapi buat Mbak-mbak dan Sista-sista, monggo silakan lho  dicoba.) 

"Eh kerasin dong lagunya!" Di mengejutkan lamunan saya. Dan volume CD player kembali pol.  Lalu kami dengan fals dan cempreng meneriakkan, "You own the money ; You control the witness. I'll leave you lonely. Don't monkey with my business. You pay the prophets to justify your reasons. I heard your promise,but I don't believe it. That's why I've done it again. No-no-Notorious." 


Comments

Popular posts from this blog

Santa Cruz; the 'Spin-off'

WOMEN LEAD, PEREMPUAN TANPA "dapur, sumur dan kasur"

'egla-egle' bak cuaca