Parfum, Aroma & Memori
Saya pernah dengar kalau hasil akhir sebuah aroma parfum yang
disemprotkan ke badan seseorang, bisa berbeda baunya saat disemprotkan ke tubuh
orang lain. Konon, ini lantaran setiap manusia memproduksi zat kimiawi yang
berbeda, termasuk bebauan keringat dan cairan lainnya.
Saya jadi ingat teman salah satu sahabat saya, yang rambut dan
tubuhnya aroma-proof, alias begitu habis mandi, wangi sabun akan menguap dan
kembali ke aroma asli tubuhnya yang – maaf – sedikit langu. Dan, tak peduli dia
pakai parfum paling wangi sekalipun, bau badan aslinya tetap tak terkalahkan.
Ini, barangkali salah satu contoh ekstrim mengenai hal di atas. Sekaligus
‘legalitas’ kenapa kita kadang begitu membutuhkan parfum.
‘Parkum’, begitu seorang teman lama yang entah kenapa tak pernah
bisa menyebut ‘parfum’ dengan benar. Nah, teman saya yang satu ini, sebenarnya
aromanya jauh dari langu, cuma kadang burketnya kelewatan. Wajar kalau dia
lantas koleksi parkum, eh parfum, sampai akhirnya suatu kali dia membuang seluruh
koleksi parfumnya lantaran pacarnya meninggalkannya. Sialnya, menurutnya,
gebetan baru pacarnya ini sama sekali jauh dari wangi. Bahkan, konon anti
parfum. Dan akhirnya butuh waktu bertahun-tahun untuk melupakan mantannya yang
ternyata bukan penggemar parfum tadi.
Tapi, percaya atau tidak, ternyata – KONON – ‘nasib’ perempuan
dan pasangan berhubungan dengan aroma. Bertahun-tahun lalu, saya sempat membaca
di sebuah media mengenai sebuah riset tentang bau, dan hubungannya
dengan memori serta perasaan wanita terhadap seseorang – dalam kasus ini :
pasangan atau mantan. Riset itu menyebutkan, bila seorang wanita sudah lupa
akan bau pasangannya, maka dia kemungkinan besar tak lagi memiliki memori erat
atau perasaan terhadap pasangan atau mantannya tadi. Tentu saja, saya tertawa
sehabis membaca. Lha wong saya termasuk skeptis.
Sialnya, saya tak lagi bisa tertawa ketika akhirnya saya
buktikan sendiri kalau teori tadi benar. Fast forward beberapa tahun ke depan,
saat saya bertemu dengan mantan,
saya ternyata sama sekali tak bisa mengingat baunya. Menit berikutnya setelah
alpa aroma itu, saya teringat teori tadi. Terkejut. Tapi saya lantas sadar
sepenuhnya, kalau ternyata saya telah lupa begitu banyak hal tentangnya, dan
hal-hal seputar dirinya.
Bagaimanapun, kala itu, saya sempat tak yakin juga... sampai di rumah, berjam-jam saya berusaha keras mengingat-ingat bau mantan saya itu. Tapi tak berhasil. Rasanya tak bisa percaya begitu saja. Dulu, saya merasa bisa ingat dengan jelas bagaimana segala jenis aromanya, termasuk baunya yang tak saya sukai. Anehnya, saat itu saya juga tak bisa mengingat dengan jelas memori yang menyenangkan maupun yang menyakitkan saat bersamanya dulu. Semuanya seperti menguap, seperti keringat. Barangkali benar, waktu menyembuhkan. Namun, siapa
sangka kalau aroma bisa membantu melupakan?
Comments
Post a Comment