Bagaikan di Sinetron
Ini pengalaman beberapa bulan silam, ketika saya naik sebuah angkot berkapasitas 12 orang. Bisa sih sampai 15, kalau ada nekad jongkok di dekat pintu, atau kalau yang naik ukuran badan atau bokongnya minimal M semua, syukur-syukur S atau XS. Siang itu yang naik cukup banyak, dan saya kebagian duduk di pojok kanan belakang. Di depan saya duduk sepasang ibu-ibu beda usia yang begitu sibuk ngegosip tentang seorang perempuan bernama Ani dan seorang laki-laki bernama Hanafi. Karena mereka ngobrolnya keras banget dan saya tidak bawa headphone, apa boleh buat, kepaksa lah mendengar obrolan yang isinya kurang lebih menyayangkan bahwa Ani dan Hanafi yang sudah pacaran sekian lama, saat mereka masih sama-sama kere, eh malah bubaran ketika mau nikah. “Tuh kan kalau orangtua banyak ikut campur, malah batal,” sesal Ibu no. 1 yang lebih tua sembari mengetuk-ngetuk kesal pancinya (beneran, entah kenapa beliau bawa panci, jelas saya nggak berani nanya). “Eh sekarang malah si Ani ...